Marlina, (bukan) Pembunuh dalam Empat Babak
Marlina, si cantik yang diperankan oleh Marsha Timothy ini terlihat sedikit tua dan pucat. Tenang, dingin atau apapun sebutan untuk menggambarkan kesan tidak bersahabat. Banyak ekspresi memang yang tergambar dari dandanan yang dihadirkan pada pemeran utama di film ini. Namun cocok dengan judul “Marlina, pembunuh dalam empat babak”.
Ngeri, komentar pertama yang kutau dari beberapa sahabat yang sudah terlebih dahulu melihat film ini. Tidak salah dong ya kalau aku justru deg-deg an, bahkan lebih deg-deg an daripada ketemu mertua pertama kalinya. Justru ini tantangannya, Film yang disutradarai Mouly Surya ini memang berhasil membius penonton dengan apiknya cerita dan gambar yang ia hadirkan.
Memiliki empat babak, film ini dimulai dengan kisah perampokan terang-terangan yang di perankan oleh Egi Fedly sebagai ketua rampok. Tidak hanya ingin merampas sedikit harta yang ia punya, terang-terangan ia juga ingin merampas harga diri marlina dengan melecehkan statusnya, lalu ungkapan ingin menidurinya. Namun, disini marlina tetap diam dan menghadapi dengan tenang. Satu persatu ia kalahkan musuh dengan hati-hati, hingga di puncak kesabarannya matilah dalang dari bencana yang ditimpanya.
Babak Perjalanan, menggambarkan betapa tegar dan kuat nya seorang Marlina. Meski berjalan dengan menenteng kepala seakan membuat perempuan ini bagaikan the real penjahat seperti apa yang digambarkan pada trailer yang beredar di youtube. Hingga perjalanannya sampai di kantor polisi pun, dengan tantangan meloloskan diri dari penjahat yang tersisa, ia pun belum berhasil menjadikan kantor polisi sebagai tempat mengadu. Pelayanan yang ia terima memang tidak memuaskan pada scene ini, entah di sengaja atau tidak. Sikap aparat yang ada di daerah jauh dari kota ditampilkan dengan konotasi negatif atau kurang memuaskan.
Marlina memang belum bernasib mujur. Pada Babak Pengakuan Dosa, ia harus menyerah dengan tak tik penjahat yang tetap ingin bertemu dengannya dan mengambil kepala si ketua rampok. Frans yang diperankan oleh Yoga Pratama menjadi bencana selanjutnya untuk marlina. Ia berhasil membuat Novi (Dea Penendra), satu-satunya sahabat yang menemani marlina di sendirinya, menjadi alasan marlina harus kembali pulang ke rumahnya yang penuh dengan mayat. Marlina bagai masuk kandang macan, meski kembali pulang. Namun, disinilah cerita sahabat sesungguhnya. Marlina untuk novi dan Novi untuk marlina. Novi membantu marlina dari siksaan frans atas dirinya.
Selain cerita diatas, hal yang membuat film ini istimewa adalah tontonan keindahan indonesia dan budayanya. Menjual keindahan daerah sumba, daerah ini sangat patut untuk dibanggakan lengkap dengan budayanya. Konten pembahasan, dimana adanya perayaan yang harus diselenggarakan pada saat ada kematian, adanya mumi yang dibalut dengan kain tenun, adanya cerita dari seorang ibu yang ingin membawa kuda untuk mahar lamaran anaknya, adanya dugaan anak novi sungsang karena perselingkuhan, poin penting yang bisa menjadi informasi gratis bagi yang belum mengenal daerah sumba. Penggunaan bahasa daerah sumba mencerminkan bahwa indonesia juga kaya akan bahasa.
Bagiku,
Ini bukan tontonan yang ngeri ya guys, ini seru dan berkesan. Marlina bagiku, bukan penjahat di empat babak tapi pejuang untuk dirinya.
Terimakasih untuk Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif SINDIKASI, dan Cinesurya untuk tontonan luar biasanya. Dan teruntuk kamu, jangan lewatkan kesempatan yang sama pada tontonan ini ya.
Satu Komentar
Ping Balik: