Refleksikan Ramah Gender, 1 Kunci Bergaul Asyik Masa Kini
“PEREMPUAN BERTATO BURUNG HANTU TEWAS DI SELOKAN”
Headline news yang sempurna yang kulihat di siang ini. Mengantarkan aku semangat menyelesaikan tulisanku. Meski pikiran berkecamuk ya membacanya. Apa yang kamu fikirkan dengan perempuan bertato?
Berani sekali memang aku memilih judul Refkleksikan Ramah Gender, 1 Kunci Bergaul Asyik Masa Kini. Aku tahu betul jika pembahasan kali ini bisa mengundang pro dan kontra. Tapi aku ingin berbagi cerita ditengah krisis gender masa kini. Sesuai penglihatan aku sebenarnya, beberapa media sudah mulai ramah gender, terlebih memilih headline yang tepat, judul unik, tetap asyik.
Disamping itu, aku paham betul untuk membuat media ramah gender itu tidak mudah. Mewujudkan media yang ramah gender, butuh mengedukasi penggiat media itu sendiri untuk bisa menciptakan kondisi sadar gender. Ini butuh waktu yang tidak sebentar, melakukan edukasi yang berkelanjutan, mengingat butuh proses panjang juga untuk merubah sesuatu kebiasaan yang sudah lama berkembang di masyarakat. Namun, perkembangan zaman menuntut kita untuk berubah segera. Tidak melihat perempuan atau laki-laki, setiap orang bisa melakukan apapun yang mereka ingin lakukan. Kecanggihan teknologi sekarang juga menurutku mendukung untuk semua orang melakukan apa saja tanpa melihat aku perempuan atau laki-lakikah? Setuju?
Mari Kita Coba Sadar Gender Sejak Dini
Teman-teman pasti paham jika aku akan bertanya semisal,
“ Siapa korban pelecehan seksual? “ jawabannya pasti perempuan.
“Siapa pelaku tindak kriminal, pembunuhan, atau copet? Jawabannya laki-laki.
Benarkah?
Apakah cowok bisa menjadi korban pelecehan seksual? Tentu saja bisa. Aku yakin kamu masih ingat beberapa kasus yang tersorot media akhir-akhir ini. Lalu apakah mungkin cewek jadi pelaku tindak kriminal? Pembunuh suami sendiri, misalnya? Banyak kasus di luar sana yang sudah menyorot ini.
Jika tidak bisa merubah dengan cepat, kita bisa mulai dengan mengurangi pendiskriminasian terkait gender itu sendiri. Sebelumnya kita pahami dulu konsep gender ya. Jaga-jaga, biar pemahaman kamu ga kecampur dengan konteks seks ya.
Memahami Konsep Ramah Gender
Sudah bisa dipahamikah?
Gender bukan sesuatu yang dibawa dan ditetapkan sejak lahir dan harus menjadi kodrat, melainkan dibentuk, dikembangkan dan dimantapkan sendiri oleh masyarakat. Maka dari itu, jika dibiasakan, kesetaraan gender juga bisa dibentuk kepada setiap masyarakat jika dibiasakan.
Dampak Tidak Sadar Gender Saat Ini
Banyak dampak dari tidak sadarnya gender saat ini berdampak secara kondisi sosial dan psikologis setiap orang, seperti :
- Perempuan seringkali dianggap lemah dan mudah dapat perlakuan kasar/tindak kekerasan.
- Laki-laki dengan tampilan lebih maskulin dianggap kecewek-cewekan dan diduga tidak suka cewek. Judge yang tidak enak yaaa,
- Perempuan hanya dianggap pantas pada pekerjaan adminstarasi dan keuangan, ketika laki-laki dibagian adminstrasi dianggap tak berdaya
- Perempuan yang lebih agresif kepada pasangan dianggap perempuan yang tidak benar.
- Seorang bos rata-rata laki-laki, sedangkan sekretaris bos harus perempuan cantik dan berpakaian seksi
- Perempuan jadi ibu rumah tangga saja, laki-laki yang mengerjakan tugas rumah dianggap tidak berwibawa.
- Dan masih banyak contoh lainnya.
Refleksi Ramah Gender dalam Lingkungan
Refleksi ramah gender sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Ini proses yang tidak mudah karena bisa dipastikan saat ini masih sedikit yang peduli dengan kesetaraan gender. Tolong ya, jangan kamu nuntut kesetaraan gender kalo lagi nunggu ditembak cewek duluan yaa. LOL
Ramah Gender dalam Keluarga
Aku memperkenalkan diri dengan anak yang sadar gender sejak dini. Aku anak dengan kondisi ayah dan bunda yang bekerja. Aku anak perempuan pertama dan satu-satunya dengan dua adik laki-laki. Tidak menutup kemungkinan jika aku sangat ingin merasa menjadi princess Elsa yang bisa saja diagungkan di istana kecil sang ibunda ya.
Tapi nyatanya tidak, aku dididik menjadi perempuan seutuhnya ala nenek. “ anak gadis Minangkabau harus begini, anak gadis Minangkabau harus begitu”. Momok yang biasa aku dengar dari nenek setiap hari. Banyak aturan yang pelik meski kita sudah merantau beberapa kilometer dari kampung halaman. Sejujurnya aku tidak menolak untuk diajari, tapi aku anak yang lebih senang melihat. Aku senang melihat kegiatan bunda keseharian.
Bunda yang memilih menjadi wanita bekerja, membayar seorang asisten rumah tangga yang diperkenalnya kepada kami sebagai Uni (panggilan kakak di Minangkabau). Uni menggantikan fungsi bunda setiap hari di rumah. Mulai dari kami bangun pagi, uni siapkan kami untuk kesekolah, antar kami ke sekolah, uni kembali ke rumah kemudian dilanjutkan bersih-bersih rumah dan memasak.
Biasanya pulang sekolah, kami dijemput bunda. Jika bunda harus balik ke kantor, aku dan adik akan main di kantor bunda dulu sebelum ke rumah. Sementara nanti di rumahm, uni akan menyiapkan apapun yang kami butuhkan dengan dibantu bunda. Sesekali jika ayah sempat, ayah akan menjemput aku dan adik ke sekolah. Meski sesekali saja, kami rasa saat itu kami paham, ini bukan tentang tugas ayah, bunda atau mungkin uni. Tapi bunda dan ayah selalu bekerjasama dalam memastikan kalau kami si anak kecil yang harus mereka jaga ini tetap aman dan baik-baik saja. Memastikan rumah tetap bersih, dapur tetap ngebul dan makanan di meja makan tersedia.
Dari kecil, kami sadari betul bahwa siapa yang bertanggung jawab atas meja belajar yang berantakan? Itu adalah pelaku. Jika meja belajar aku yang berantakan, aku yang harus beresi dan kalau tidak dikerjakan akan dapat sanksi, begitu juga dengan adikku. Siapa yang bertanggungjawab dengan mainan yang berantakan? Itu juga pelaku. Siapa yang ingin mandi dengan air hangat? Itu kami diajarkan untuk angkat sendiri ke kamar mandi dengan diawasi orang dewasa. Bisa uni atau nenek. Kami diajarkan tanggungjawab sama “ulah” sendiri tanpa melihat itu pekerjaan berat atau ringan. Makanya aku merasa aku sadar gender dari kecil meski tidak menutup kemungkinan beberapa ajaran nenek agak tidak ramah gender ya.
Setidaknya hari ini, di rumah aku dan dua adik laki-lakiku tidak ada yang harus saling menolak hanya untuk goreng telur dadar, cuci piring, sapu rumah. Aku punya jagoan-jagoan yang siap membantu kakaknya jika keteteran. Aku juga ga pernah bilang jika membersihkan pekarangan rumah yang sudah menyerupai hutan bukanlah tugasku. Didikan orang tua hanya harus bisa apa saja dan siap membantu apa saja. Ini langkah baik untuk pengaplikasian keseharian ramah gender versi aku.
Ramah Gender Dalam Pergaulan
Lagi ngecamp bareng-bareng sama teman-teman misalnya, kurang-kurangin tuh yang pasang tenda laki-laki, yang masak-masak perempuan. Sementara tidak bisa dipungkiri jika setiap orang bisa melakukan apa saja jika belajar dan terlatih melakukannya. Memilih kado ulang tahun tidak harus boneka beruang yang besar agar bisa dipeluk, mungkin bisa belikan celana jogging biar teman perempuan kamu lebih rajin olahraga. Perempuan yang ikut olahraga berat lebih terlihat “jantan”, sementara olahraga perempuan katanya hanyalah senam aerobic dan yoga, yang tidak boleh dilakukan laki-laki.
Ajak teman perempuannya untuk latihan kungfu, biar bisa jaga diri dari bahaya dimanapun berada. Laki-laki dipandang sinis untuk ke salon, sementara mereka juga harus memerhatikan kesehatan rambut dan kulit demi kesehatan misalnya. Banyak tindakan diskiriminasi yang sebaiknya hilang dalam pertemanan kamu, tapi jangan khawatir, ini tidak akan membuat garing kok. Jika berhasil akan menambah kondisi pertemanan yang lebih seru dan positif.
8 Komentar
Nur Terbit
Wanta atau perempuan selalu berada di posisi tak berdaya, termasuk melawan konten yang tidak ramah gender
Elsa Martina Lova
Setuju pak, tapi aku rasa memang harus dimulai agar ketidak ramah gender an ini tidak berlarut-larut. Meski nyatanya sulit untuk bisa berhasil cepat.
Bundabiya.com
edukasi2 kayak gini harus lebih banyak digalakkan di sekolah2 dan keluarga ya mba, agar nggak ada lagi bullying, korban seks, dan stigma yang negatif antara gender gitu..
Amanda
susah sih kak, kalau sudah mendarah daging sejak jaman nenek moyang. Tapi aku mulai membiasakan membuat ramah gender ini dirumah, kayak suamiku nyontohin jemur baju, cuci piring bla..bla.. akhirnya anak mau dong ngikut
Silvie
Ahhh…. Seneng banget nemu tulisan yang merefleksikan isi hatiku sekarang ini.
Karena aku juga ngerasain banget sih mba, apalagi sebagai seorang istri. Istri itu harus dirumah, urus anak, belanja, masak, cuci piring itu pekerjaannya, itu nilai ibadahnya. Sedangkan laki laki itu memang kodratnya bekerja. Selalu gitu…
Saat si istri punya mimpi , harus utamakan keluarga dulu. Saat dia berusaha kejar mimpinya dia jg berjuang mengurus keluarganya. Sedangkan suami cuma tok fokus cari uang tanpa embel embel lain.
Padahal perempuan juga punya hak yang sama untuk maju, berkembang dan mewujudkan mimpinya. Dengan mengkotak kotakkan gender kayanya banyak mimpi para perempuan yang harus dikubur hanya karena alasan keluarga.
Padahal, semua keduanya bisa terwujud kalau bekerjasama ya.
Mutia Karamoy
Persoalan gender memang bukan perkara mudah apalagi perbedaan itu sudah sangat mendarah daging di masyarakat, tapi aku dan suamiku ngak pernah mempersoalkan hal-hal itu, semua pekerjaan kami kerjakan bersama, kadang kalau aku lagi dikejar deadline, suami yang masak dan bantu beres-beres rumah kalau pas libur weekend, mungkin karena sejak kecil suami terbiasa melihat orangtuanya seperti itu kebetulan ibu mertuaku adalah wanita pekerja. Contoh dari keluarga, bisa jadi solusi untuk mengubah mindset atau sudut pandang tentang gender ini.
lendyagasshi
Dapat insight baru mengenai pemahaman gender dan seksualitas.
Aku sendiri sangat mendukung sekali bahwa wanita kini harus belajar banyak hal. Termasuk untuk self defense.
Pamahaman ini belum semua orang pahami. Jadi dimulai dari keluarga kita yakinkan bahwa anak-anak perempuan pun harus mandiri dan tetap melindungi harga dirinya dengan baik, tidak merendah di hadapan pria untuk urusan tertentu.
Marantina
Tulisan yang bagus untuk membuka mata masyarakat tentang beda seks dan gender.. Sebagai ortu, aku juga berusaha untuk mengedukasi anakku dan menciptakan lingkungan ramah gender dan tidak menghakimi siapapun hanya karena perbedaan gender